PDA

View Full Version : Sistem Kelulusan UN


Dragons
06-28-2006, 12:27 PM
Biologi = 90
Fisika = 90
Bahasa Inggris = 90
Matematika = 35

TIDAK LULUS, apa pendapat anda ?

pethouq
06-28-2006, 01:05 PM
artinya 'PERCOBAAN' kebijakan system pendidikan tidak berhasil dan harus 'DICOBA' lagi dg system yang lain.. toh korbannya 'CUMA' anak-anak dan para ortunya yg notabene 'CUMA' rakyat biasa..:eek: yang penting para pejabatnya gak 'RUGI' :bad:

mimisu_worm
06-28-2006, 01:10 PM
artinya 'PERCOBAAN' kebijakan system pendidikan tidak berhasil dan harus 'DICOBA' lagi dg system yang lain.. toh korbannya 'CUMA' anak-anak dan para ortunya yg notabene 'CUMA' rakyat biasa..:eek: yang penting para pejabatnya gak 'RUGI' :bad:
wah bener tuh bro kasihan juga, tapi apa para pejabatnya ngak mikir gimana pandangan LN kalau tahu sistem pendidikan kita seperti sekarang ini.

pethouq
06-28-2006, 01:15 PM
wah bener tuh bro kasihan juga, tapi apa para pejabatnya ngak mikir gimana pandangan LN kalau tahu sistem pendidikan kita seperti sekarang ini.
No Problemooo, toh orang LN sdh pada tahu bagaimana kualitas 'oknum' pejabat di negri ini..:cry: :cry: :cry:

mimisu_worm
06-28-2006, 01:18 PM
tapi kasihan juga tuh anak-anak yang pada ngak lulus, padahal ada juga yang Penelusuran bakat dan minat di PT.

mimisu_worm
06-28-2006, 01:19 PM
tapi kasihan juga tuh anak-anak yang pada ngak lulus, padahal ada juga yang lulus Penelusuran bakat dan minat di PT.

jomblo
06-28-2006, 01:49 PM
artinya 'PERCOBAAN' kebijakan system pendidikan tidak berhasil dan harus 'DICOBA' lagi dg system yang lain.. toh korbannya 'CUMA' anak-anak dan para ortunya yg notabene 'CUMA' rakyat biasa..:eek: yang penting para pejabatnya gak 'RUGI' :bad:

Dalem banget sindirannya Bro .... :top:

mimisu_worm
06-28-2006, 01:53 PM
sindirannya dalam aja nagk bikin para pejabatnya sadar, apalagi sindiran biasa bro.

AQUATICA
06-28-2006, 01:54 PM
Kalo gue jadi Menteri Pendidikan Indonesia bukan Negara BBM ya ... cieee, murid itu gue lulusin, BUT ... untuk ngelanjutin ke tehnik kaga bisa karena matematika jeblok :questions:

mimisu_worm
06-28-2006, 01:56 PM
jurusan teknik sepi dong bro, berarti kedokteran masih boleh masuk ya bro???:D :D :D

Dragons
06-28-2006, 02:02 PM
Matematika jeblok jadi dokter, salah2 yg ada salah operasi dokternya, maunya potong atas, yg dipotong bawahnya, penyesalan seumur hidup lah :eek: :D

pethouq
06-28-2006, 02:04 PM
Dalem banget sindirannya Bro .... :top:
mohon maaf jika ada yg nggak berkenan :suer: tapi begitulah pandangan sy dan kebanyakan orang yg awam (di dunia politik?).. untung anak sy lulus..:)

mimisu_worm
06-28-2006, 02:06 PM
mohon maaf jika ada yg nggak berkenan :suer: tapi begitulah pandangan sy dan kebanyakan orang yg awam (di dunia politik?).. untung anak sy lulus..:)
wah kalau gua sih sangat berkenan bro.

jomblo
06-28-2006, 02:25 PM
mohon maaf jika ada yg nggak berkenan :suer: tapi begitulah pandangan sy dan kebanyakan orang yg awam (di dunia politik?).. untung anak sy lulus..:)

No problemo, mestinya pemerintah sosialisasi peraturannya yg baru, kelebihan dan kekurangannya. Jangan coba2, buat anak ko coba2 :D

mimisu_worm
06-28-2006, 02:29 PM
. Jangan coba2, buat anak ko coba2 :D
wah kalau yang ini pasti saduran dari iklan minyak kayu putih nih.

KoKo
06-28-2006, 02:45 PM
sptnya ini menjadi menu "wajib" jika seorg pejabat di tingkat pendidikan berganti, kl inget jaman dulu pernah ada pengunduran kenaikan kelas yg digeser dr desember ke juni dan kebijakan2 spt yg ada skrg ini...setuju dgn pendapat rekan2 dimana butuh waktu utk menerapkan sebuah kebijakan baru:congrats:

adipurwanto
06-28-2006, 04:17 PM
Terlepas dari adanya kekurangan dari para pelaksana pendidikan dan penguasa kita, saya pribadi sih setuju saja ada standard nilai tertentu yg harus dilewati semua siswa. Kalau tidak, bagaimana kualitas pendidikan kita mau maju.

Kalau saya lihat di TV, banyak siswa yg tidak lulus pada protes, bahkan ada satu kalimat yg (menurut saya) sangat lucu yg terlontar dari siswa seperti: "Hasil belajar 3 tahun lenyap karena ujian 3 jam" (kira2 begitu lah.. lupa detailnya).

Kenapa saya anggap lucu? Coba anda semua bayangkan, kalau anda ikut UMPTN, sebetulnya sama saja kan? Kita belajar dari mulai SD malah, 12 TAHUN !!! lenyap begitu saja karena UMPTN tidak lulus. Apakah ini tidak adil? Menurut saya justru disini letak keadilannya. Orang2 yg sudah bersusah payah belajarlah yg memang layak untuk mendapat kursi tsb (terlepas dari berbakat atau tidaknya seseorang di bidang yg diambilnya tsb).

Lebih jauh lagi, di dunia kerja. Bukankah begitu banyak lulusan SD, SMP, SMA, D3, S1, S2, bahkan S3 bersaing untuk mendapatkan pekerjaan.
Tetap ada seleksi bukan? Yg terbaiklah yg dipilih oleh perusahaan2 tsb. Ini menurut saya sudah menjadi hukum alam.

So... bagi saya adalah sangat konyol ketika ada cerita anak SMA membakar sekolahnya karena tidak lulus UN, bahkan ada yg depresi dan bunuh diri. Ini menunjukkan bahwa mereka belum siap untuk dewasa dan belum siap untuk menghadapi "dunia" yg sebenarnya, penuh dgn persaingan. Bagaimana anak2 seperti ini bisa diharapkan untuk membangun negeri yg sedang terpuruk? Bahkan untuk mengontrol diri sendiri saja tidak bisa.

Coba kita liat kebelakang ketika jaman kita dahulu Ebtanas hanya sekedar formalitas, apa hasilnya? Ya kita2 ini lah yg ternyata kurang bisa bersaing dgn negara lain.

Menurut saya, ujian2 seperti ini sangat perlu utk meningkatkan mutu pendidikan di negara kita. Mengenai standard nilai dan mata pelajaran yg wajib lulus dll mungkin perlu difikirkan lagi agar anak2 yg berbakat di bidang lain yg mungkin pelajaran seperti matematika tidak terlalu penting (contohnya dunia seni mungkin) tetap dapat lulus dan melanjutkan kuliah atau bekerja di bidang yg di kuasainya.

Demikian menurut pendapat saya, mohon maaf jika ada kata2 yg salah.

Gaga
06-28-2006, 04:39 PM
Terlepas dari adanya kekurangan dari para pelaksana pendidikan dan penguasa kita, saya pribadi sih setuju saja ada standard nilai tertentu yg harus dilewati semua siswa. Kalau tidak, bagaimana kualitas pendidikan kita mau maju.

Kalau saya lihat di TV, banyak siswa yg tidak lulus pada protes, bahkan ada satu kalimat yg (menurut saya) sangat lucu yg terlontar dari siswa seperti: "Hasil belajar 3 tahun lenyap karena ujian 3 jam" (kira2 begitu lah.. lupa detailnya).

Kenapa saya anggap lucu? Coba anda semua bayangkan, kalau anda ikut UMPTN, sebetulnya sama saja kan? Kita belajar dari mulai SD malah, 12 TAHUN !!! lenyap begitu saja karena UMPTN tidak lulus. Apakah ini tidak adil? Menurut saya justru disini letak keadilannya. Orang2 yg sudah bersusah payah belajarlah yg memang layak untuk mendapat kursi tsb (terlepas dari berbakat atau tidaknya seseorang di bidang yg diambilnya tsb).

Lebih jauh lagi, di dunia kerja. Bukankah begitu banyak lulusan SD, SMP, SMA, D3, S1, S2, bahkan S3 bersaing untuk mendapatkan pekerjaan.
Tetap ada seleksi bukan? Yg terbaiklah yg dipilih oleh perusahaan2 tsb. Ini menurut saya sudah menjadi hukum alam.

So... bagi saya adalah sangat konyol ketika ada cerita anak SMA membakar sekolahnya karena tidak lulus UN, bahkan ada yg depresi dan bunuh diri. Ini menunjukkan bahwa mereka belum siap untuk dewasa dan belum siap untuk menghadapi "dunia" yg sebenarnya, penuh dgn persaingan. Bagaimana anak2 seperti ini bisa diharapkan untuk membangun negeri yg sedang terpuruk? Bahkan untuk mengontrol diri sendiri saja tidak bisa.

Coba kita liat kebelakang ketika jaman kita dahulu Ebtanas hanya sekedar formalitas, apa hasilnya? Ya kita2 ini lah yg ternyata kurang bisa bersaing dgn negara lain.

Menurut saya, ujian2 seperti ini sangat perlu utk meningkatkan mutu pendidikan di negara kita. Mengenai standard nilai dan mata pelajaran yg wajib lulus dll mungkin perlu difikirkan lagi agar anak2 yg berbakat di bidang lain yg mungkin pelajaran seperti matematika tidak terlalu penting (contohnya dunia seni mungkin) tetap dapat lulus dan melanjutkan kuliah atau bekerja di bidang yg di kuasainya.

Demikian menurut pendapat saya, mohon maaf jika ada kata2 yg salah.

Gini Bos ....

Ada 1 anak namanya Joni, sehat jasmani dan rohani karena orang tua mampu membeli makanan bergizi, jadi murid di SMP mahal di Jakarta yg semua gurunya lulusan S1, sekolah dilengkapi dgn lab. fisika, kimia, biologi, matematika dan bahasa. Gaji guru di sekolah Joni cukup besar, jadi sang guru yg perlu sibuk cari sampingan dgn ngajar di banyak sekolah.

Ada 1 anak lagi namanya Udin, kurang sehat jasmani dan rohani karena orang tua hanya mampu kasih makan sekali hari, jadi murid di SMP pedalaman Kalimantan, yg sekolahnya nyaris rubuh dan sering banjir. Tak satu pun gurunya yg sarjana, kebanyakan hanya lulusan SPG. Gaji gurunya hanya cukup buat seminggu, terpaksa sang guru ngajar di empat sekolah. Perhatian terhadap SMP tempat Udin belajar mau tidak mau agak kurang.

Adilkah kalau si Joni dan si Udin, di test dgn soal dan standart yg sama untuk menentukan siapa yg lulus dan siapa yg tidak lulus?

Satu lagi ....

Tiga hari setelah gempa melanda Bantul dan Klaten, anak-anak SD disana tetap "dipaksa" untuk ikut UAN. Rumah hancur, baju sekolah tidak ada, alat tulis tidak ada. Jangankan belajar, tidur pun mereka tidak bisa. Adilkah kalau anak-anak Bantul dan Klaten ini di test dgn soal dan standart yg sama dengan anak-anak lain yg daerahnya tidak kena gempa?

Menurut saya standarisasi dalam dunia pendidikan sangat penting, tapi jgn hanya standarisasi ujian akhirnya saja. Proses pendidikannya juga harus distandarkan, mulai dari kualitas guru, fasilitas sekolah dan lain-lain. Kalau kualitas proses pendidikan di tiap daerah sudah merata, baru boleh kita bicara ujian nasional yg distandartkan.

Thanks
Gaga

Emil
06-28-2006, 05:47 PM
Ini menjadi pelajaran bagi kita para orang tua menyikapi adanya UAN...Memilih sekolah yang pas untuk anak2 adalah hal yang penting, terlepas dari mahal dan bagus atau tidaknya disekolah tsb...Coba bayangkan saya dengar ada beberapa sekolah yang tidak seorangpun muridnya lulus UAN, lha selama 3 tahun mereka ngapain saja, pasti ada yang tidak beres dalam sistim pendidikan ditempat tsb...? Untuk sekolah macam ini rasanya patut untuk dibubarkan agar para murid tidak sia2 buang waktu dan biaya untuk menghidupi sekolah tsb...Soal lulus dan tidak lulus ujian sekolah/nasional dari jaman dulu sudah ada dan itu biasa karena ada anak yang rajin belajar dan malas belajar, hanya kini jadi heboh karena persentasenya yang tidak wajar....Saya setuju dengan pendapat bro Gaga soal standarisasi pelajaran/pendidikan dan saya juga setuju dengan pendapat Adipur bahwa anak2 jangan dibuat cengeng dan manja....:) ...

Gaga
06-28-2006, 06:04 PM
Ini menjadi pelajaran bagi kita para orang tua menyikapi adanya UAN...Memilih sekolah yang pas untuk anak2 adalah hal yang penting, terlepas dari mahal dan bagus atau tidaknya disekolah tsb...Coba bayangkan saya dengar ada beberapa sekolah yang tidak seorangpun muridnya lulus UAN, lha selama 3 tahun mereka ngapain saja, pasti ada yang tidak beres dalam sistim pendidikan ditempat tsb...? Untuk sekolah macam ini rasanya patut untuk dibubarkan agar para murid tidak sia2 buang waktu dan biaya untuk menghidupi sekolah tsb...Soal lulus dan tidak lulus ujian sekolah/nasional dari jaman dulu sudah ada dan itu biasa karena ada anak yang rajin belajar dan malas belajar, hanya kini jadi heboh karena persentasenya yang tidak wajar....Saya setuju dengan pendapat bro Gaga soal standarisasi pelajaran/pendidikan dan saya juga setuju dengan pendapat Adipur bahwa anak2 jangan dibuat cengeng dan manja....:) ...

Bos...

Bagaimana komentar kita tentang soal UAN yg selalu bocor dari tahun ke tahun? Anak kita kita yg sudah pontang panting belajar hanya dapat nilai 6,5, sedangkan anak lain santai-santai main layangan tapi dapat nilai 10 karena megang bocoran soal.

Bagaimana pula komentar kita tentang guru-guru yg membantu siswanya menjawab soal UAN, karena kepala sekolah (bahkan kepala daerah) akan marah kalau prosentase yg tidak lulus di sekolah/di daerah tertentu angkanya besar.

Saya dulu kuliah di IKIP, pernah menjadi guru dan dosen. Salah satu sebab saya frustasi dan berhenti adalah karena pemerintah hanya memperhatikan hasil pendidikan tapi tidak pernah memperhatikan prosesnya. Yang jadi menteri pendidikan selalu militer, teknokrat dan pengusaha. Ngga ada menteri pendidikan kita yg latar belakangnya dari dunia pendidikan. Terus terang saya rada "malu" mendengar komentar Yusuf Kala dan Abu Rizal Bakri tentang hasil UAN. Komentar mereka semakin memperjelas latar belakang mereka sebagai "bisnis man" yg hanya peduli pada hasil tapi tak pernah mau berfikir tentang proses.

Thanks
Gaga

Gaga
06-28-2006, 06:18 PM
Matematika jeblok jadi dokter, salah2 yg ada salah operasi dokternya, maunya potong atas, yg dipotong bawahnya, penyesalan seumur hidup lah :eek: :D

Bagiaman dgn Einsten yg waktu sekolah nilai matematikanya jeblok, tapi pada akhirnya mampu menemukan teori relativitas?

Emil
06-28-2006, 06:32 PM
Bos...

Bagaimana komentar kita tentang soal UAN yg selalu bocor dari tahun ke tahun? Anak kita kita yg sudah pontang panting belajar hanya dapat nilai 6,5, sedangkan anak lain santai-santai main layangan tapi dapat nilai 10 karena megang bocoran soal.

Bagaimana pula komentar kita tentang guru-guru yg membantu siswanya menjawab soal UAN, karena kepala sekolah (bahkan kepala daerah) akan marah kalau prosentase yg tidak lulus di sekolah/di daerah tertentu angkanya besar.

Saya dulu kuliah di IKIP, pernah menjadi guru dan dosen. Salah satu sebab saya frustasi dan berhenti adalah karena pemerintah hanya memperhatikan hasil pendidikan tapi tidak pernah memperhatikan prosesnya. Yang jadi menteri pendidikan selalu militer, teknokrat dan pengusaha. Ngga ada menteri pendidikan kita yg latar belakangnya dari dunia pendidikan. Terus terang saya rada "malu" mendengar komentar Yusuf Kala dan Abu Rizal Bakri tentang hasil UAN. Komentar mereka semakin memperjelas latar belakang mereka sebagai "bisnis man" yg hanya peduli pada hasil tapi tak pernah mau berfikir tentang proses.

Thanks
Gaga

Pendapat mereka itu sebenarnya betul bahwa hasil (UAN) itu merupakan suatu proses(belajar/mengajar), hanya sayang mereka tidak tahu bahwa prosesnya itu masih amburadul...
Kembali ke topik semula, kalau tidak salah materi UAN tahun ini adalah 3 mata pelajaran yaitu : Bahasa Indonsia, Bahasa Inggris dan Matematika. Kalau Bhs Indonesia 90
Bhs Inggris 90 dan
Matematika 35
maka seharusnya nilai UAN nya adalah 7,1 dan ini pasti lulus, kecuali bila ditetapkan dimata pelajaran tsb tidak boleh ada angka dibawah 4,25 (batas nilai UAN )....
Pusing juga membayangkan ketiga nilai tsb bisa dibawah 4,25..ada yang salah nih entah apanya kalau mengingat ketiga mata pelajaran tsb diajarkan selama 3 tahun disekolah...pakar pendidikan mesti turun tangan....:) ....

adipurwanto
06-28-2006, 06:35 PM
Gini Bos ....

Ada 1 anak namanya Joni, sehat jasmani dan rohani karena orang tua mampu membeli makanan bergizi, jadi murid di SMP mahal di Jakarta yg semua gurunya lulusan S1, sekolah dilengkapi dgn lab. fisika, kimia, biologi, matematika dan bahasa. Gaji guru di sekolah Joni cukup besar, jadi sang guru yg perlu sibuk cari sampingan dgn ngajar di banyak sekolah.

Ada 1 anak lagi namanya Udin, kurang sehat jasmani dan rohani karena orang tua hanya mampu kasih makan sekali hari, jadi murid di SMP pedalaman Kalimantan, yg sekolahnya nyaris rubuh dan sering banjir. Tak satu pun gurunya yg sarjana, kebanyakan hanya lulusan SPG. Gaji gurunya hanya cukup buat seminggu, terpaksa sang guru ngajar di empat sekolah. Perhatian terhadap SMP tempat Udin belajar mau tidak mau agak kurang.

Adilkah kalau si Joni dan si Udin, di test dgn soal dan standart yg sama untuk menentukan siapa yg lulus dan siapa yg tidak lulus?

Satu lagi ....

Tiga hari setelah gempa melanda Bantul dan Klaten, anak-anak SD disana tetap "dipaksa" untuk ikut UAN. Rumah hancur, baju sekolah tidak ada, alat tulis tidak ada. Jangankan belajar, tidur pun mereka tidak bisa. Adilkah kalau anak-anak Bantul dan Klaten ini di test dgn soal dan standart yg sama dengan anak-anak lain yg daerahnya tidak kena gempa?

Menurut saya standarisasi dalam dunia pendidikan sangat penting, tapi jgn hanya standarisasi ujian akhirnya saja. Proses pendidikannya juga harus distandarkan, mulai dari kualitas guru, fasilitas sekolah dan lain-lain. Kalau kualitas proses pendidikan di tiap daerah sudah merata, baru boleh kita bicara ujian nasional yg distandartkan.

Thanks
Gaga

Makanya saya mengawalinya dgn kata2 "terlepas dari segala kekurangan pelaksana pendidikan dan pemerintah kita", karena utk yg satu ini memang kesalahan mendasar dari sistem pendidikan di negara kita.

Saya lebih menyorot ke arah perlunya standardisasi kelulusan supaya outputnya bagus, tidak asal lulus (karena topik awalnya menyorot kesini), karena terkesan banyak pihak yg mengharapkan tidak perlu ada standard nilai tertentu untuk lulus SMP dan SMA.

Gak adil donk, anak2 kelas 1 dan kelas 2 bisa gak naik kelas, tapi yg kelas tiga PASTI LULUS. Kayaknya kelas 3 itu udah titik aman, gak mungkin gak naek kelas. Serasa ikutan kuis Who Wants to be a milliioner aja ada titik amannya.

Mengenai anak2 korban bencana sih saya setuju kalau ada keringanan, karena memang kondisinya tidak memungkinkan. Tapi utk yg lain, apalagi yg di kota2 besar seperti jakarta, gak lucu kalau masih manja pengen gak ada standardisasi kelulusan padahal di sekolah kerjaan tiap hari cuman merancang mau tawuran sama sekolah mana lagi... :D

Mungkin terlihat tidak adil melihat kenyataan bahwa kualitas guru dan fasilitas sekolah masih tidak merata, tapi kalau tidak dimulai dari sekarang, kapan lagi donk? Kalau menunggu kualitasnya merata mah gak mulai2 bos. Mendingan berjalan paralel saja, membenahi sarana dan prasarana, tetapi standardisasi kelulusan juga tetap dijalankan, sebagai pembelajaran bahwa nanti dunia kerjapun bakal seperti ini, tetap ada seleksi. Sehingga mereka terpacu utk memberikan yg terbaik.

Saya sempat berdiskusi dgn seorang rekan, dia bertanya, setuju gak kalau standard kelulusan ditetapkan oleh sekolah masing2, atau daerah masing2 mengingat tidak seragamnya sarana dan prasarana sekolah.

Saya jawabnya simple saja, kalau dibuat begitu, bisa jadi soal2nya dibuat supaya anak2nya lulus semua donk.

Yg menjadi kekhawatiran saya adalah begitu mereka menginjak dunia kerja, mereka baru menyadari kalau sebenarnya mereka itu jago kandang. Ranking 1 di daerahnya, tapi begitu ke daerah lain babak belur. Ini malah membuat masa depan mereka lebih hancur lagi menurut saya sih. Saya rasa kita semua sudah melihat bukti nyata dari kasus ini kan?

Emil
06-28-2006, 06:56 PM
Yg menjadi kekhawatiran saya adalah begitu mereka menginjak dunia kerja, mereka baru menyadari kalau sebenarnya mereka itu jago kandang. Ranking 1 di daerahnya, tapi begitu ke daerah lain babak belur. Ini malah membuat masa depan mereka lebih hancur lagi menurut saya sih. Saya rasa kita semua sudah melihat bukti nyata dari kasus ini kan?

hehehehe jadi ingat dulu ogut di SMP negeri juara kelas terus dan disekolah juara 2 terus, tapi sewaktu masuk SMA katholik, ogut juara buntut terus, hampir nggak lulus ujian sekolah (waktu itu nggak ada ujian negara ), dan yang bikin heran ada kawan yang nyata2 nggak lulu ujian, ehh bisa masuk perguruan tinggi negeri top, lulus lagi tesnya....:) ...

pethouq
06-29-2006, 10:46 AM
Standarisari memang penting untuk mewujudkan kwalitas yang merata bagi anak-anak negri ini.
Tapi dengan kondisi geografis negara ini yang nyata-nyata tingkat sosial ekonominya 'tidak standard' sehingga tdk bisa menciptakan sarana dan prasarana yg standard, mungkinkah stadarisasi bisa diterapkan ???
Saat ini yang 'diadili' cuma para anak didik saja, bagaimana dengan para pendidik yang gak mampu mengantar anak didiknya menuju 'standarisasi' ..???
Adakah 'pengadilan' bagi para pendidik ???

mimisu_worm
06-29-2006, 01:11 PM
Standarisari memang penting untuk mewujudkan kwalitas yang merata bagi anak-anak negri ini.
Tapi dengan kondisi geografis negara ini yang nyata-nyata tingkat sosial ekonominya 'tidak standard' sehingga tdk bisa menciptakan sarana dan prasarana yg standard, mungkinkah stadarisasi bisa diterapkan ???
Saat ini yang 'diadili' cuma para anak didik saja, bagaimana dengan para pendidik yang gak mampu mengantar anak didiknya menuju 'standarisasi' ..???
Adakah 'pengadilan' bagi para pendidik ???

tapi apa itu memeng sepenuhnya salah pendidiknya, terkadang ada juga lho bro tuh anak-anak didiknya yang memang ngak suka di didik. Nah kalau gitu kondisinya apa loe masih salahin pendidiknya.

Gaga
06-29-2006, 02:58 PM
Pendapat mereka itu sebenarnya betul bahwa hasil (UAN) itu merupakan suatu proses(belajar/mengajar), hanya sayang mereka tidak tahu bahwa prosesnya itu masih amburadul...
Kembali ke topik semula, kalau tidak salah materi UAN tahun ini adalah 3 mata pelajaran yaitu : Bahasa Indonsia, Bahasa Inggris dan Matematika. Kalau Bhs Indonesia 90
Bhs Inggris 90 dan
Matematika 35
maka seharusnya nilai UAN nya adalah 7,1 dan ini pasti lulus, kecuali bila ditetapkan dimata pelajaran tsb tidak boleh ada angka dibawah 4,25 (batas nilai UAN )....
Pusing juga membayangkan ketiga nilai tsb bisa dibawah 4,25..ada yang salah nih entah apanya kalau mengingat ketiga mata pelajaran tsb diajarkan selama 3 tahun disekolah...pakar pendidikan mesti turun tangan....:) ....

Bos ....
Nilai UAN itu tidak dilihat dari rata-ratanya. Kalau matematika-nya 4,25 maka siswa tsb dinyatakan tidak lulus, walaupun nilai bahasa Indonesia dan bahasa Inggrisnya diatas 10.

Thanks
Gaga

Gaga
06-29-2006, 03:05 PM
Makanya saya mengawalinya dgn kata2 "terlepas dari segala kekurangan pelaksana pendidikan dan pemerintah kita", karena utk yg satu ini memang kesalahan mendasar dari sistem pendidikan di negara kita.

Saya lebih menyorot ke arah perlunya standardisasi kelulusan supaya outputnya bagus, tidak asal lulus (karena topik awalnya menyorot kesini), karena terkesan banyak pihak yg mengharapkan tidak perlu ada standard nilai tertentu untuk lulus SMP dan SMA.

Gak adil donk, anak2 kelas 1 dan kelas 2 bisa gak naik kelas, tapi yg kelas tiga PASTI LULUS. Kayaknya kelas 3 itu udah titik aman, gak mungkin gak naek kelas. Serasa ikutan kuis Who Wants to be a milliioner aja ada titik amannya.

Mengenai anak2 korban bencana sih saya setuju kalau ada keringanan, karena memang kondisinya tidak memungkinkan. Tapi utk yg lain, apalagi yg di kota2 besar seperti jakarta, gak lucu kalau masih manja pengen gak ada standardisasi kelulusan padahal di sekolah kerjaan tiap hari cuman merancang mau tawuran sama sekolah mana lagi... :D

Mungkin terlihat tidak adil melihat kenyataan bahwa kualitas guru dan fasilitas sekolah masih tidak merata, tapi kalau tidak dimulai dari sekarang, kapan lagi donk? Kalau menunggu kualitasnya merata mah gak mulai2 bos. Mendingan berjalan paralel saja, membenahi sarana dan prasarana, tetapi standardisasi kelulusan juga tetap dijalankan, sebagai pembelajaran bahwa nanti dunia kerjapun bakal seperti ini, tetap ada seleksi. Sehingga mereka terpacu utk memberikan yg terbaik.

Saya sempat berdiskusi dgn seorang rekan, dia bertanya, setuju gak kalau standard kelulusan ditetapkan oleh sekolah masing2, atau daerah masing2 mengingat tidak seragamnya sarana dan prasarana sekolah.

Saya jawabnya simple saja, kalau dibuat begitu, bisa jadi soal2nya dibuat supaya anak2nya lulus semua donk.

Yg menjadi kekhawatiran saya adalah begitu mereka menginjak dunia kerja, mereka baru menyadari kalau sebenarnya mereka itu jago kandang. Ranking 1 di daerahnya, tapi begitu ke daerah lain babak belur. Ini malah membuat masa depan mereka lebih hancur lagi menurut saya sih. Saya rasa kita semua sudah melihat bukti nyata dari kasus ini kan?

Bos, saya juga ngga setuju kalau semua anak harus lulus itu sih konyol namanya) Yang saya ngga setuju adalah kalau standar kelulusan nasional dibuat dgn mengabaikan variabel-variabel lain yg ada di masing-masing daerah atau sekolah. Karena kondisi masing-masing daerah atau sekolah masih belum sama. Kenapa belum sama? Karena pemerintah ngga pernah serius mikirin pendidikan, mereka lebih seneng ngurusin RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi.

Kenapa sih yg dibuat harus standarisasi kelulusan? Kenapa yg dibuat bukan standarisasi proses belajar/mengajar? Karena saya sangat yakin kalau proses belajar mengajar berjalan dgn baik, maka pasti hasilnya akan baik pula.

Mau UAN seminggu tiga kali, tapi kalau kualitas pendidikan kita masih begini, tetep aja semuanya pada jadi jago kandang.

Thanks
Gaga

pethouq
06-29-2006, 03:11 PM
:suer: :suer: sabar mas.. :suer: :suer:

Gaga
06-29-2006, 03:49 PM
:suer: :suer: sabar mas.. :suer: :suer:

Sori Mas, aku nesu nih ...
Soalnya banyak orang yg mengira kualitas pendidikan cukup dijaga di hilirnya saja, tanpa pernah berfikir tentang kondisi hulu:D:D:D

Dragons
06-29-2006, 03:54 PM
Gini Bos ....

Ada 1 anak namanya Joni, sehat jasmani dan rohani karena orang tua mampu membeli makanan bergizi, jadi murid di SMP mahal di Jakarta yg semua gurunya lulusan S1, sekolah dilengkapi dgn lab. fisika, kimia, biologi, matematika dan bahasa. Gaji guru di sekolah Joni cukup besar, jadi sang guru yg perlu sibuk cari sampingan dgn ngajar di banyak sekolah.

Ada 1 anak lagi namanya Udin, kurang sehat jasmani dan rohani karena orang tua hanya mampu kasih makan sekali hari, jadi murid di SMP pedalaman Kalimantan, yg sekolahnya nyaris rubuh dan sering banjir. Tak satu pun gurunya yg sarjana, kebanyakan hanya lulusan SPG. Gaji gurunya hanya cukup buat seminggu, terpaksa sang guru ngajar di empat sekolah. Perhatian terhadap SMP tempat Udin belajar mau tidak mau agak kurang.

Adilkah kalau si Joni dan si Udin, di test dgn soal dan standart yg sama untuk menentukan siapa yg lulus dan siapa yg tidak lulus?

Satu lagi ....

Tiga hari setelah gempa melanda Bantul dan Klaten, anak-anak SD disana tetap "dipaksa" untuk ikut UAN. Rumah hancur, baju sekolah tidak ada, alat tulis tidak ada. Jangankan belajar, tidur pun mereka tidak bisa. Adilkah kalau anak-anak Bantul dan Klaten ini di test dgn soal dan standart yg sama dengan anak-anak lain yg daerahnya tidak kena gempa?

Menurut saya standarisasi dalam dunia pendidikan sangat penting, tapi jgn hanya standarisasi ujian akhirnya saja. Proses pendidikannya juga harus distandarkan, mulai dari kualitas guru, fasilitas sekolah dan lain-lain. Kalau kualitas proses pendidikan di tiap daerah sudah merata, baru boleh kita bicara ujian nasional yg distandartkan.

Thanks
Gaga

Ngomongin standarisasi menurut gw bukan pekerjaan yg gampang, malah menurut gw itu hanya impian dilangit, karena apa ....
Karena begitulah dunia ini, ada yg pintar ada yg goblok, ada yg miskin adapula yg kaya.

Mulai yg paling kecil standarisasi kalau seperti yg Bos Gaga contohin masalah diatas si Udin dan si Joni, orang tua juga bertanggung jawab untuk standarisasi pendidikan anak2nya, udah tau penghasilan pas2 punya anak juga banyak, pemerintah selain sistem pendidikan, juga bertanggung jawab ama kesejahteraan rakyatnya termasuk orang tua si Udin.

Piala Dunia ini sekarang ini, apa harus dibedain standardnya antara negara Eropa dan Asia, di poor 2 gitu sistem kemenangannya :confused: . Maksud gw, ngomongin standardisasi gak gampang, blm standarisasi dari keluarga, daerah, satu negara blm lagi standarisasi global seluruh dunia

Dan menurut gw yg paling penting semuanya adalah balik lagi ke si murid sendiri, kalau memang dasarnya pintar, kondisi sesulit apapun dia akan sukses, sebaliknya kalau dasarnya goblok dan gak ada kemauan dan niat, fasilitas seabrek juga gak menolong, paling2 juga kerja diperusahaan babenya. Banyak orang sukses dan pintar bukan dari fasilitas dan kondisi yg mendukungnya, tetapi karena memang pada dasarnya ia memang pintar, dan memang garis nasibnya dia pintar dan menjadi sukses

GODAM
06-29-2006, 04:08 PM
Keadaan negara kita memang begini adanya bos, mau gimana lagi. lebih baik kita cari solusinya dari kita masing2, yg mampu sekolahin aja anknya ke luar, kalo udah sukses balik ke indo. Yg gak mampu, banyakin waktunya buat ngarahin dan ngajarin anaknya :idea: :congrats:

Emil
06-29-2006, 04:11 PM
Nasi sudah jadi bubur, yang tidak lulus harus berpikir positif untuk dirinya masing2, menurut menpendik UAN tidak akan diulang...melihat acara metroTV semalam, sungguh memprihatinkan. Orang tua murid harus siap2 mulai sekarang, prioritaskan hanya 3 mata pelajaran kalau mau lulus UAN. Bagaimanapun selembar ijazah masih menjadi patokan kalau ingin terus melanjutkan ketingkat lebih tinggi..... Nasib, nasib...sabar yo nduk..sabar yo nduk...(melihat tayangan metroTV anak gadis yang tidak lulus UAN disemarang)......:cry: ...

Dragons
06-29-2006, 04:18 PM
Yg gw heran kenapa pada protesnya sekarang ya, kenapa gak waktu diumumin rencana penetapan standard kelulusan itu ya :eek: :confused:

kalesa
06-29-2006, 04:21 PM
ikutan nimbrung ah....

Menurut ogut standar penilaian itu mesti tetap ada, kalaupun ada kondisi daerah yang berbeda hal itu masih dalam tahapan wajar karena standar nilainya itu masih di bawah lima...di rapot aja nilai 5 semua bisa-bisa ga naik kelas...tapi di ujian nasional kalo masih sedikit di atas standar berarti lulus. Namun kalo ada kejadian luar biasa (seperti gempa) tentunya ada keistimewaan tersendiri karena pada saat ujian ga cuma otak aja yang bekerja tapi juga mental...gimana biar tetap tenang.

Mengenai standar penilaian per mata pelajaran menurut gua juga wajar karena setiap peserta didik memang dituntut memiliki kemampuan itu di masa datang. Misal pelajaran lainnya nilai sempurna tapi di matematik jeblok...dan terus jika secara kumulatif dinyatakan lulus dan bisa kuliah di fakultas teknik...gimana jadinya pas udah dapet gelar sarjana wong matematikanya aja dasarnya uda ga bisa. terus misalkan matematika dan fisikanya sempurna tapi bahasa indonesianya nol...gimana jadinya kalau dia nantinya harus nyusun skripsi...paling-palingan jadi plagiat.

Pemerintah dalam hal ini juga salah tapi bukan karena mengadakan ujian nasional yang dikatakan melanggar HAM (kalo semuanya dibilang melanggar HAM maka teroris yang dihukum mati juga bisa dikatakan melanggar HAM karena menghilangkan nyawa orang lain kalo begitu bagaimana...) melainkan karena tidak mempersiapkan prasarana dan sarana yang dibutuhkan untuk pendidikan yang baik. Pemerintah berkewajiban mempersiapkan para pendidik untuk kompeten di bidangnya.

Meskipun demikian ujian "ulangan" harus tetap ada, karena yang namanya manusia waktu tes itu kondisinya bisa bermacam-macam...ada yang gelisah...sedang sakit...atau ada hal-hal yang di luar kekuasaannya yang sangat mengganggu pada saat pengerjaan ujiannya. Dengan alasan apapun ujian nasional tetap harus ada kalo ga buat apa belajar tiga tahun...apa buat pacaran dan pergaulan aja.

Semua butuh proses. Jalan memang berlubang tapi memang harus dilewati dan jangan hanya berhenti di tengah jalan apalagi berbalik arah kalo itu sih namanya.....kurang bervisi ke depan
:) :)

Gaga
06-29-2006, 04:34 PM
Ngomongin standarisasi menurut gw bukan pekerjaan yg gampang, malah menurut gw itu hanya impian dilangit, karena apa ....
Karena begitulah dunia ini, ada yg pintar ada yg goblok, ada yg miskin adapula yg kaya.

Mulai yg paling kecil standarisasi kalau seperti yg Bos Gaga contohin masalah diatas si Udin dan si Joni, orang tua juga bertanggung jawab untuk standarisasi pendidikan anak2nya, udah tau penghasilan pas2 punya anak juga banyak, pemerintah selain sistem pendidikan, juga bertanggung jawab ama kesejahteraan rakyatnya termasuk orang tua si Udin.

Piala Dunia ini sekarang ini, apa harus dibedain standardnya antara negara Eropa dan Asia, di poor 2 gitu sistem kemenangannya :confused: . Maksud gw, ngomongin standardisasi gak gampang, blm standarisasi dari keluarga, daerah, satu negara blm lagi standarisasi global seluruh dunia

Dan menurut gw yg paling penting semuanya adalah balik lagi ke si murid sendiri, kalau memang dasarnya pintar, kondisi sesulit apapun dia akan sukses, sebaliknya kalau dasarnya goblok dan gak ada kemauan dan niat, fasilitas seabrek juga gak menolong, paling2 juga kerja diperusahaan babenya. Banyak orang sukses dan pintar bukan dari fasilitas dan kondisi yg mendukungnya, tetapi karena memang pada dasarnya ia memang pintar, dan memang garis nasibnya dia pintar dan menjadi sukses

Kita punya UUD 45 yang mewajibkan pemerintah memberikan jaminan agar semua anak memiliki akses yg sama dalam dunia pendidikan.

Kita juga punya UU Tentang HAM yang mengatakan bahwa mendapatkan pendidikan yang layak adalah bagian dari HAM dan hak ini tidak dapat dikurangi dalam kondisi apa pun oleh siapa pun.

Jadi sebetulnya negara menjamin setiap anak mendapat pendidikan yang layak tidak perduli dia kaya atau miskin. Hal ini di amanatkan dalam UUD.

Thanks
Gaga

Emil
06-29-2006, 04:34 PM
Yg gw heran kenapa pada protesnya sekarang ya, kenapa gak waktu diumumin rencana penetapan standard kelulusan itu ya :eek: :confused:

Yang lulus nggak protes tuh...yang protes yang tidak lulus....
Lihat Metro TV semalam, ada sekolah didaerah yang musridnya tinggal nyalin, jawaban tinggal nyontek dari sms HP dan dibetulin guru...rusak...rusak...:mad: ...

Gaga
06-29-2006, 04:44 PM
Yg gw heran kenapa pada protesnya sekarang ya, kenapa gak waktu diumumin rencana penetapan standard kelulusan itu ya :eek: :confused:

Sori Bos ....

Yang saya tahu protes terhadap system UAN ini sudah dilakukan sejak dulu. Tapi sayangnya pemerintah tetap kukuh dgn keputusannya.

Sekarang protes thd UAN kembali merebak karena melihat anak-anak kurang beruntung di Manokwari, pedalaman Kalimantan dan pedalaman Sumatera "dipaksa" berkompetisi dgn soal yg sama dgn anak-anak yg lebih beruntung.
Bahkan anak-anak yg baru saja dilanda gempa, banjir dan longsor juga "dipaksa" berkompetisi dgn soal yg sama dengan anak-anak Al Azhar, Al Izhar, Muhamadiyah, PSKD, Penabur dan Don Bosco yg ada di Jakarta.

Protes juga muncul karena soal UAN "dibocorkan" secara terang-terangan. Secara terang-terangan pula para guru mengaku telah membantu murid-muridnya dalam menjawab soal-soal dalam UAN.

Thanks
Gaga

Dragons
06-29-2006, 04:55 PM
Sori Bos ....

Yang saya tahu protes terhadap system UAN ini sudah dilakukan sejak dulu. Tapi sayangnya pemerintah tetap kukuh dgn keputusannya.

Sekarang protes thd UAN kembali merebak karena melihat anak-anak kurang beruntung di Manokwari, pedalaman Kalimantan dan pedalaman Sumatera "dipaksa" berkompetisi dgn soal yg sama dgn anak-anak yg lebih beruntung.
Bahkan anak-anak yg baru saja dilanda gempa, banjir dan longsor juga "dipaksa" berkompetisi dgn soal yg sama dengan anak-anak Al Azhar, Al Izhar, Muhamadiyah, PSKD, Penabur dan Don Bosco yg ada di Jakarta.

Protes juga muncul karena soal UAN "dibocorkan" secara terang-terangan. Secara terang-terangan pula para guru mengaku telah membantu murid-muridnya dalam menjawab soal-soal dalam UAN.

Thanks
Gaga

Kalo ini gw yg ketinggalan berita, sorry Bos Gaga. Harusnya murid2 dan guru2 yg kagak setuju protesnya jangan mau ikut ujian, karena sistemnya merugikan mereka. Kalo mereka ikut ujian berarti setuju untuk mematuhi peraturan dan standard yg berlaku. Pemerintah pasti mikir 1000kali, ada ribuan murid dan guru yg mogok gak ikut ujian

Yg ada ya begini nasi jadi bubur, yg protes sebelum dan lulus ujian lalu gak protes lagi. Yg gak lulus, yg sebelumnya protes dan yg yg sebelumnya gak protes sekarang protes demo rame, pemerintah gak ada atau kurang tekanannya, karena lebih banyak yg gak protes daripada yg protes

azura
06-29-2006, 05:19 PM
lhooo ... ketinggalan topik hangat nich .... :p
menurutku, standarisasi itu sangat penting, tp mengingat negara kita kepulauan dgn bermacam2 suku dan kebudayaan, tentu akan sulit. Mungkin akan jauh lebih baik jika standarisasi pendidikan lebih ditekankan kpd masing2 propinsi atau daerah dan dikelola oleh masing2 pemda tp harus tetap diawasi oleh pemerintah pusat.

azura
06-29-2006, 05:23 PM
tambahan .... bagaimanapun system/metode yang paling baik tidak akan berjalan baik jika tidak disupport oleh para operatornya dari yg plg atas sampai plg bawah (guru,murid,pemerintah dll)

KoKo
06-29-2006, 05:27 PM
topik yg menarik, dan saya byk belajar dr postingan rekan2 semuanya:congrats: :top:

dony
06-29-2006, 08:13 PM
Biologi = 90
Fisika = 90
Bahasa Inggris = 90
Matematika = 35

TIDAK LULUS, apa pendapat anda ?

kemungkinan matematikanya salah soal :(

adipurwanto
06-30-2006, 04:10 PM
Menurut saya sih sebagai rakyat jelata mendingan berusaha yg terbaik saja lah. Kalau lulus ya sukur, kalo ngga ya jadikan saja bahan introspeksi dan sebagai sarana utk memperbaiki diri. Jangan protes yg berlebihan karena gak ada gunanya juga.

Toh di dunia kerja pun begitu, yg namanya sukses atau gagal adalah biasa. Kegagalan jangan dijadikan alasan utk berbuat yg tidak-tidak seperti stress yg berkepanjangan atau berbuat anarkis.

Toh keberhasilan bukan hanya ditentukan oleh nilai UN. Masih banyak faktor lain selama kita mau berusaha.

Kalau mau jujur, kita2 yg cape2 sekolah and kuliah, kerja di perush yg keliatannya bonafide, bisa jadi penghasilannya jauh lebih kecil dibanding para petani di desa-desa. Belum lagi kualitas hidup kita yg jauh dibanding mereka yg lebih banyak punya waktu luang utk hal-hal lain yg lebih berguna dibanding cuman berkutat dgn kerjaan kantoran.

So... utk mereka-mereka yg tidak lulus UN, jangan patah semangat. Masih banyak jalan lain yg bisa anda tempuh utk berhasil selama anda mau berusaha :top:

mimisu_worm
06-30-2006, 04:16 PM
Menurut saya sih sebagai rakyat jelata mendingan berusaha yg terbaik saja lah. Kalau lulus ya sukur, kalo ngga ya jadikan saja bahan introspeksi dan sebagai sarana utk memperbaiki diri. Jangan protes yg berlebihan karena gak ada gunanya juga.

Toh di dunia kerja pun begitu, yg namanya sukses atau gagal adalah biasa. Kegagalan jangan dijadikan alasan utk berbuat yg tidak-tidak seperti stress yg berkepanjangan atau berbuat anarkis.

Toh keberhasilan bukan hanya ditentukan oleh nilai UN. Masih banyak faktor lain selama kita mau berusaha.

Kalau mau jujur, kita2 yg cape2 sekolah and kuliah, kerja di perush yg keliatannya bonafide, bisa jadi penghasilannya jauh lebih kecil dibanding para petani di desa-desa. Belum lagi kualitas hidup kita yg jauh dibanding mereka yg lebih banyak punya waktu luang utk hal-hal lain yg lebih berguna dibanding cuman berkutat dgn kerjaan kantoran.

So... utk mereka-mereka yg tidak lulus UN, jangan patah semangat. Masih banyak jalan lain yg bisa anda tempuh utk berhasil selama anda mau berusaha :top:
saya setuju bro pur, karena saya juga menggalami hal tersebut. predikat cumlaude pun ngak ada artinya, jaman sekarang yang penting adalah relasi. bukan kepandaian doang. percuma bila seseorang pinter tapi kuper.

Ian
06-30-2006, 04:20 PM
soal komen "belajar tiga taon sia2 habis dalam ujian 3 jam" itu yah emang aga aneh, kalo 3 taon tawuran dan sekolah asalan2 mulu yah mau ujiannya setaon juga ga lewat.

setuju dengan sukses ditentukan dari pribadi, kemampuan dan kekuatan untuk menyelesaikan masalah.:suer:

disini banyak kok anak petani susah dari desa kecil bekal pas2an, baju cuma 3 pasang, makan diirit2 nasi sama sayur tok tapi soal nilai ga kalah sama anak kota malah lbh bagus. banyak juga anak dari desa kecil yang males dan kurang giat yah nilainya jelek.

mimisu_worm
06-30-2006, 04:25 PM
soal komen "belajar tiga taon sia2 habis dalam ujian 3 jam" itu yah emang aga aneh, kalo 3 taon tawuran dan sekolah asalan2 mulu yah mau ujiannya setaon juga ga lewat.

setuju dengan sukses ditentukan dari pribadi, kemampuan dan kekuatan untuk menyelesaikan masalah.:suer:

disini banyak kok anak petani susah dari desa kecil bekal pas2an, baju cuma 3 pasang, makan diirit2 nasi sama sayur tok tapi soal nilai ga kalah sama anak kota malah lbh bagus. banyak juga anak dari desa kecil yang males dan kurang giat yah nilainya jelek.
ya itu memang faktor utama keberhasilan, tapi selain pribadi lingkungan sekitar juga berpengaruh terhadap perkembangan masa depan.

jomblo
06-30-2006, 08:05 PM
Piala Dunia ini sekarang ini, apa harus dibedain standardnya antara negara Eropa dan Asia, di poor 2 gitu sistem kemenangannya :confused: . Maksud gw, ngomongin standardisasi gak gampang, blm standarisasi dari keluarga, daerah, satu negara blm lagi standarisasi global seluruh dunia


Kalo di tinju berat badan ditimbang biar adil tuch bro:D

Dan menurut gw yg paling penting semuanya adalah balik lagi ke si murid sendiri, kalau memang dasarnya pintar, kondisi sesulit apapun dia akan sukses, sebaliknya kalau dasarnya goblok dan gak ada kemauan dan niat, fasilitas seabrek juga gak menolong, paling2 juga kerja diperusahaan babenya. Banyak orang sukses dan pintar bukan dari fasilitas dan kondisi yg mendukungnya, tetapi karena memang pada dasarnya ia memang pintar, dan memang garis nasibnya dia pintar dan menjadi sukses

Yg ini gw totaly agree with you :top:

pethouq
07-01-2006, 09:28 AM
HIDUP INDONESIA RAYA...:stars: :stars: :stars: :stars: :stars:

dony
07-01-2006, 09:40 AM
kalo gue sih pragmatis aja .. ndak muluk-muluk .. yang penting gimana caranya ngebagusin diri sendiri dulu, trus ngebagusin orang2 terdekat (keluarga).
peace :) :)

mimisu_worm
07-01-2006, 12:29 PM
kalo gue sih pragmatis aja .. ndak muluk-muluk .. yang penting gimana caranya ngebagusin diri sendiri dulu, trus ngebagusin orang2 terdekat (keluarga).
peace :) :)
wah niatan yang baik bro, memang semua harus diawali dari diri sendiri. setuju ane.